MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Al-qur’an sebagai landasan hukum dan sumber dari segala
hukum-hukum islam dimana al-qur’an itu diturunkan kepada nabi
Muhammad oleh Allah agar ia menjadi pemberi peringatan bagi semesta alam ini.
Lewat perantaraan Al Qur’an Allah menggariskan untuk mahluk – mahkukNya itu
satu akidah yang benar dan prinsip – prinsip ajaran yang lurus dalam ayat –
ayat yang jelas dan tegas karakteristik nya.itu semua merupakan karuniaNya
kepada umat manusia ,dimana Allah menetapkan bagi mereka pokok – pokok agama
demi menyelamat kan akidah mereka dan menunjukkan jalan lurus yang harus mereka
tempuh. Kita sebagai umat islam tentunya jelas hanya lah mengetahui sebatas
hukum dari hri hasil proses pemikiran orang-orang yang sudah berijtihad, tampa
mengetahui bagaimana caranya dalam berproses itu, maka dari itu saya akan menjelaskan sedikit
tentang hal-hal yanh terkandung dalam al-qr’an mengenaai muhkam dan mutasyabih
yang mungkin masih kabur dikalangan para awam atau, pelajar yang masih di
jenjang pertama, Berikut ini penulis akan memberikan paparan ringkas mengenai
keberadaan Al Qur’an yang jelas dan tegas tidak memerlukan penjelasan lagi (
Muhkam ) dan ayat Al Qur’an yang masih samar yang memerlukan penjelasan,
penta’wilan dan kadang kala kita tidak mengerti maksudnya karena hanya Allah sendiri
yang tahu.kita cukup mengimani adanya saja.
Pada
makalah kali ini , penulis membatasinya pada pembahasan :
Tinjauan
Umum tentang Muhkam dan Mutasyabih
Perbedaan pendapat para ulama mengenai kemungkinan mengetahui ayat – ayat yang Muhkam dan Mutasyabih Macam – macam ayat Muhkam dan Mutasyabih
Penutup dan analisa penulis Makalah ini tentu bukanlah sesuatu yang sempurna, masih banyak kekurangan disana –sini , oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Semoga tulisan ini ada guna faedahnya bagi kelansungan pendidikan kita.
Perbedaan pendapat para ulama mengenai kemungkinan mengetahui ayat – ayat yang Muhkam dan Mutasyabih Macam – macam ayat Muhkam dan Mutasyabih
Penutup dan analisa penulis Makalah ini tentu bukanlah sesuatu yang sempurna, masih banyak kekurangan disana –sini , oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Semoga tulisan ini ada guna faedahnya bagi kelansungan pendidikan kita.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa saja sebab-sebab adanya
ayat muhkamat dan mutasyabihat?
2.
Bagaimana analisa ulama’
mengenai ayat muhkamat dan mutasyabihat?
3.
Apasaja hikmah dari ayat
muhkamat dan mutasyabihat?
4.
Seperti apa contoh dari ayat
muhkamat dan mutasyabihat?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui sebab-sebab
adanya ayat muhkamat dan mutasyabihat
2.
Untuk mengetahui analisa ulama’
mengenai ayat muhkamat dan mutasyabihat
3.
Untuk mengetahui hikmah dari
ayat muhkamat dan mutasyabihat
4.
Untuk mengetahui contoh dari
ayat muhkamat dan mutasyabihat
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN MUHKAMAT DAN
MUTASYABIHAT
Menurut
bahasa “ Muhkam” berasal dari dari kata – kata “Hakamtu dabbah wa ahkamtu“
artinya saya menahan binatang itu. kata al hukmu disini berarti memutuskan
antara dua hal atau perkara. maka Hakim adalah orang yang mencegah kedzaliman
dan memisahkan antara dua pihak yang bersengketa serta memisahkan antara yang
haq dengan yang batil, antara kejujuran dan kebohongan. dikatakan juga “Hakamtu
as safih wa ahkamtuhu“ artinya saya memegang kedua tangannya.selain itu ada
yang mengatakan “ Hakamtu dabbah wa ahkamtuha “ saya membuatkan hikmah pada
binatang itu.Hikmah disini maksudnya adalah kendali yang dipasang pada leher,
sebab ia berfungsi untuk mengendalikannya agar tidak bergerak secara liar .
Dari pengertian inilah lahir kata hikmah , karena ia dapat mencegah pemiliknya
dari hal – hal yang tidak pantas.
Ihkam al-Kalam berarti mengokohkan
perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah dan urusan yang
lurus dari yang sesat. Dengan pengertian itulah Allah mensifati Al Qur’an Al
Karim bahwa seluruhnya adalah Muhkam.sebagaimana ditegaskan dalam FirmanNya.
الر ج كتاب أحكمت ءايته ثم فصلت من لدن حكيم خبير. [ هود : 1
Artinya : Alif lam ra , inilah sebuah kitab yang ayat – ayatnya di susun rapi / dimuhkamkan (dikokohkan ) dan dijelaskan secara rinci yang diturunkan dari sisi yang maha bijaksana lagi maha tahu . ( QS : Hud : 1 )
Al
Qur’an itu seluruhnya Muhkam, maksudnya yaitu seluruh kata – katanya
kokoh,fasih dan membedakan antara yang haq dan yang batil serta antara yang
benar dan yang dusta. inilah yang dimaksud dengan Al Ihkam Al ‘Am atau makna
Muhkam secara umum.. dengan pengertian itqan ( kokoh, indah ) dalam arti
sebagian ayat Al Qur’an membenarkan sebagian yang lainnya, jika Al Qur’an
memerintahkan sesuatu hal maka ia tidak akan memerintahkan kebalikannya
ditempat lain, tetapi ia akan memerintahkannya pula atau yang serupa
dengannya.demikian pula dalam hal larangan dan berita. Tidak pernah ada
pertentangan dan perselisihan dalam Al Quran . sebagaimana Firmannnya :
أفلا يتدبرون القرآن ولو كان من عند غير الله لوجدوا فيه اختلافا كثيرا
Artinya : Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. Sedang kata “Mutasyabih” para ahli bahasa memberikan arti persamaan/kesamaran yang mengarah pada keserupaan.misalnya pada kata : Tasyabahu dan Isytabaha. Keduanya berarti saling menyerupai yang satu dengan yang lain. sehingga keduanya itu mirip bentuknya sampai sukar dibedakan.
Sebagaimana ayat berikut :
إن البقر تشالها علينا
Artinya
: Sesungguhnya sapi itu masih samara bagi kami. ( Al Baqarah : 70 )
Dan juga ayat berikut :
Dan juga ayat berikut :
( البقره : 25 ) واتوا به متشبها
Artinya :Mereka diberi
buah-buahan yang serupa/sama.
( Al Baqarah : 25).[1]
( Al Baqarah : 25).[1]
Dalam
bukunya prof Dr H
Abd. Djalal H.A,ululul-qur’an, Kedua lafadz tersebut memiliki
banyak arti baik dari segi etimologi maupun dari segi terminologi, dengan hal
itu maka pengertian itu perlu di bahas.
Para
ahli bahasa menggunakan lafadz”muhkamah” untuk beberapa arti. Contohnya sama
dengan ittaqanal amra yaitu hal atau urusan itu baik, tetapi ada
sebagian ulama’ yang yang memberikan sinonim kata yang semakna dengan Al-man’u,
seperti dalam lafadz man’ul amri, berarti mencegah dari kerusakan, dan arti
kalimat man’unnaasi, berarti mencegah manusia dari hal-hal yang tidak
baik, sehingga akhirnya akan menjadi baik.
Pada
umumnya ulama’ itu menggunakan kata mutasyabih untuk arti persamaan dan
kesamaran yang mengarah pada keserupaan, misalnya misalnya kata kata tasyabuhu
atau isytabaha, keduanya berarti salaing menyerupai yang satu dengan yang lain,
sehingga keduanya itu mirip bentuknya, sampai sukar di bedakan.[2]
Menurut
istilah, para ulama’ berbeda-beda pemahaman dalam memberikan pengertian tentang
muhkamah dan mutasyabih.
a.
Ulama’ golongan ahlussunah
waljama’ah mengatakan muhkama adalah lafadz yang dim ketahui lafadz maknanya,
atau makna maksudnya, baik memang karena sudah jelas artinya atau dengan karena
di takwilkan, sedangkan lafadz mutasyabih adalah lafadz yang pengetahuan
artinya hanya di monopoli Allah SWT manusia tidak ada yang bisa mengetahuinya,
contohnya terjadinya hari kiamat, keluarnya dajjal.
b.
Ulama’ golongan hanafiyah
mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang jelas petunjuknya dan tidak mungkin
telah di nasyakh (dihapuskan hukumnya)sedang lafadz mutasyabih adalah
lafadz yang sama maksud dan tujuanya,
sehingga tidak terjangkau oileh akal fikiranmanusia, ataupun tudak
tercantumdalam dalil-dalil nash sebab blafadz mutasyabih itu termasuk hal-hal
yang di ketahui AllahSWT sajacontohnya seperti hal-hal yang gaib.
c.
Imam ibnu hambal dan pengikut-pengikutnya
mengatakan lafadz muhkam adalah ayatlafadz yang bisa berdiri sendiri atau telah
jelas dengan sendirinyatampa membutuhkan keterangan yang lainsedangakan lafdz
yang tidak bisa berdiri sendiri adalah lafadz yang mutasyabih yang membutuhkan pegertian
arti maksudnya, karena adanya berbagai macam-macam ta’wilan di dalam ayat-ayat
tersenut contohnya seperti lafadz yang bermakna ganda (musytarok), lafadz yang
yang asing(gharib), lafadz yang berarti lain(majaz).
d.
Mayoritas ulama’ usul fiqh yang
berasal dari pendapat sahabat ibnu abbas mengatakan, lafadz muhkam adalah
lafadz yang tidak bisa di takwilkan kecuali satu arah atau segi sajasedangkan
lafadz mutasyabih adalah artinyadapat di takwilkan dalam beberapa arah/segi
karena masih sama misalnya seperti masalah sorga, neraka dan lain sebagainya.[3]
B.
SEBAB-SEBAB DARI ADANYA
AYAT-AYAT MUHKAMAT DAN
MUTASYABIHAT
Ada
beberapa sebab mengapa ada istilah ayat-ayat muhkamt dan mutasyabihat Yaitu:
Secara
tegas dapat dikatakan bahwa sebab adanya ayat muhkamah dan mutasyabihan itu
karena Allah menjadikanya demikian itu, Allah membedakan dan memisahkan
ayat-ayat yang muhkam dan mutasyabih, dan menjadikan ayat muhkam sebagai
bandingan ayat yang mutasyabihat, seperti firman yang artinya: dialah yang
telah menurunkan al-kitab kepada kamu, di antara isinya ada ayat-ayat yang
muhkamt dan ada ayat-ayat yang mutasyabihat (Al-imron: 7)
Dari
ayat itu jelaslah bahwa Allah menurunkan ayat-ayat yang muhkam dan
mutasyabihat, tetapi belum jelas apa sebab-sebab turunya ayat-ayat tersebut.
Menurut
sebagian ulama’ sebab-sebab dari turunya ayat tersebut adalah arena kebanyakan
tertib dan susunan dari ayat-ayat Al-qur’an itu urut dan rapi, sehingga dapt di
fahami umat islam dengan mudah, tidak menylitkan dan tidak samar artinyadi
sebabkan kebanyakan maknanya juga mudah di cerna oleh akal fikiran,
Secara
garis besar dapat di jelaskan bahwa sebab-sebab adnya ayat mutasyabihat dalam
al-qur’an adalah karena adanya kesamaran maksud syarat dalama ayat-ayatnya,
sehingga sulit di fahami umat, tampa di katakana dengan arti ayat yang lain di
sebabkan karena bias di takwilkan dengan bermacam-macam dan petunjuknya pun
tidak tegas,katrena sebagian besar merupakan hal-hal yang pengetahuannya hanya
di monopoli oleh AllahSWT saja.
C.
HIKMAH DARI ADANYA AYAT MUHKAMAT DAN
MUTASYABIHAT
Dalam
pembahasan ini perlu di jelaskan faidah ayat-ayat dari ayat muhkamat dan
nmutasabiyat lebih dahulu sebelum menerngkan hikmah atau ayat-ayuat
mutasyabihat
1.
Hikmah ayat muhkamat
Adanya ayat-ayat muhkamat dalam
kitab al-qr’an jelas ada hikmahnya bagi umat manusia sebagai berikut:
a.
Menjadi rahmat bagi manusia
khususnya yang kemampuan bhs arabnya lemah dengan adannya ya ayat-ayat muhkamt
yang sudah jelas arti maksudnya sangat besar arti dan faidahnya bagi mereka
dengan demikian mereka tidak perlu susah –susah mempelajari apa arti dari ayat
itu, karena arti maksud dari ayayt itu sudah cukup jelas dan gambling
b.
Memudahkan manusia mengetahgui
arti dan maksudnya, juga memudahkan mereka dalam menghayati makana maksudnya
agar mudah melaksanakan ajaran-ajaranya.
c.
Mendorong umat untuk giat
memahami ,menghayati dan mengamalkan isi kandungan al-qr’an karena lafadz
ayat-ayatnya sudh di ketahui n, gampang di fahami dan jelas pula untuk di
amalkan
d.
Menghilangkan kesulitan dan
kebingungan umat, dalam mempelajari isi ajaranya, karena lafadz ayat-ayat
dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan
arti maksudnya, tidak harus menunggu penafsiran atau penjelasan dari lafadz
ayat surat yang lain.
e.
Memperlancar usaha
penafsira atau penjelasan maksud kandungan ayat-ayat al-qur’an.
Para mufasir tidak usah
susah-susah lebih dahulu mencari takwilan makna kata-katanya karena semua arti
kata-katanya jelas terang, danm gambling, sehingga usaha-usaha penafsiran lebih
cepat tercapai maksudnya.
2.
Hikmah Ayat Mutasyabihat
a.
Adanya ayat-ayat mutasyabihat
dalam al-qur’an membawa hikmah dan faidan yang banyak juga bahakan lebih banyak
dari hikmah muhkamat. Rohmat Allah SWT , sebab sifat dan Allah SWT itu di
tam,pakkan kepada manusia yang lemah karena itu Allah SWT ,menyamarkan sifat
dan dzatnya, dalam ayat-ayat mutasyabihat itu adalah jelas merupakan rohmat
Allah SWT yang besar bagi manusia.
b.
Kalau tidak ada ayat dan
mutasyabih tentu umat islam hanya ada
dalam satu madzhab tetapi dengan adanya ayat mutasyabih maka masing-masing
menganut mdzhab akan mendapat dalil yang menguatkan pendapatnya dengan usaha
terus menerus mengali seperti itu akhirnya ayat-ayat muhkamat menjadi penafsir
ayat-ayat mutasyabihat.[4]
c.
Menambah pahala usaha
umat manusia dengan bertambah sukarnya memahami ayat-ayat mutasyabihat sebab
semakin sukar pekerjaan orang maka akan semakin besar pahalanya.
d.
Mendorong mempelajari disiplin
ilmu pengetahuan yang bermacam-macam, sebab, adanya ayat-ayat mutasanihat dalam
al-qur’an mendorong orang-orang yang akan mempelajarinya harus terlebih dahulu
mempelajari berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan berbagai isi ajaran
al-quran yang bermacam-macam, seperti ilmu bahasa, kimia fisika,biologi dan sebagainya.
D.
ANALISA ULAMA
TENTANG MUHKAMAH DAN MUTASYABIHAH
Pendapat
ulama’ tentang kemuhkaman dan kemutasyabihatan al-qur’an
1.
Al-qur’an semuanya muhkam sebab susunan lapadz al-quran
dan keindahan nadzomnya sungguh sangat sempurna, tak sedikitput terdapat
kelemahan padanya, baik dalam segi lafadznya atau maknanya, seperti yang di
sebutkan dalam al-Qur’an.[5]
1. !9# 4 ë=»tGÏ. ôMyJÅ3ômé& ¼çmçG»t#uä §NèO ôMn=Å_Áèù `ÏB ÷bà$©! AOÅ3ym AÎ7yz ÇÊÈ
Artinya: Alif laam raa, (inilah) suatu
kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara
terperinci[707], yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi
Maha tahu,
[707]
Maksudnya: diperinci atas beberapa macam, ada yang mengenai ketauhidan, hukum,
kisah, akhlak, ilmu pengetahuan, janji dan peringatan dan lain-lain.
2.
Al-qur’an adalah semuanya jika
kita kehendaki dengan kemutasyabihnya ialah kemutamasilan (serupa atau
sebanding) ayat-ayatnya, baik dalam bidang balaghah maupun dalam bidan i’jaz
dan kesulitan kita menampakkan kesulitan kelebihan sebagian sukunya atau yang
lain, seperti di sebutkan dalam al-qur’an.
ª!$# tA¨tR z`|¡ômr& Ï]Ïptø:$# $Y6»tGÏ. $YgÎ6»t±tFB uÎT$sW¨B Ïèt±ø)s? çm÷ZÏB ßqè=ã_ tûïÏ%©!$# cöqt±øs öNåk®5u §NèO ßû,Î#s? öNèdßqè=ã_ öNßgç/qè=è%ur 4n<Î) Ìø.Ï «!$# 4 y7Ï9ºs yèd «!$# Ïöku ¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±o 4 `tBur È@Î=ôÒã ª!$# $yJsù ¼çms9 ô`ÏB >$yd ÇËÌÈ
Artinya: Allah telah menurunkan
Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya)
lagi berulang-ulang [1312], gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut
kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu
mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa
yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada
baginya seorang pemimpinpun.
[1312]
Maksud berulang-ulang di sini ialah hukum-hukum, pelajaran dan kisah-kisah itu
diulang-ulang menyebutnya dalam Al Quran supaya lebih kuat pengaruhnya dan
lebih meresap. sebahagian ahli tafsir mengatakan bahwa Maksudnya itu ialah
bahwa ayat-ayat Al Quran itu diulang-ulang membacanya seperti tersebut dalam
mukaddimah surat Al Faatihah
3.
Bahwa al-qur’an itu isinya ada
2 yaitu muhkam dan mutasyabih seperti yang
tercantum dalam al-qur’an surat al-imron ayat-7.[6]
uqèd üÏ%©!$# tAtRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M»t#uä ìM»yJs3øtC £`èd Pé& É=»tGÅ3ø9$# ãyzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB ( $¨Br'sù tûïÏ%©!$# Îû óOÎgÎ/qè=è% Ô÷÷y tbqãèÎ6®Kusù $tB tmt7»t±s? çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$# ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#ur ¾Ï&Î#Írù's? 3 $tBur ãNn=÷èt ÿ¼ã&s#Írù's? wÎ) ª!$# 3 tbqãź§9$#ur Îû ÉOù=Ïèø9$# tbqä9qà)t $¨ZtB#uä ¾ÏmÎ/ @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã $uZÎn/u 3 $tBur ã©.¤t HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÐÈ
Artinya:
Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al
Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat[183],
Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[184].
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka
mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang
mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu
dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)
melainkan orang-orang yang berakal.
[183]
Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat
dipahami dengan mudah.
[184]
Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung
beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali
sesudah diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya
Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang
ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka dan
lain-lain.[7]
Sikap para ulama’ teradap ayat-ayat yang mutasyabih
1.
Kebanyakan para ulama’
berpendapat bahwa hanya Allah sendirilah yang mengetahui takwil dari ayat-ayat
mutasyabihat mereka berdasarkan firman Allah surat al-imron ayat 7
2.
Sebagian ulama’ berpendapat
bahwa ayat-ayat mutasyabih bisa di ketahui artinya dan harus mengetahuinya
sebab al-qur’an adalah hudan linnas, menurut Abu Ishab Az-Zirasi
bahwa” tidak ada satu ayat Al-qur’an punya ng tidak ada artinya.
Abu Hasan Al-Asyari
berpendapat bahwa yang di maksuk ayat” warrosikhuna fil ilmi” dalam surat
Al-imron disini adalah orang yang rasih itu bisa mengetahui ta’wil ayat-ayat
mutasyabihat.
Ar-rogib al-asfahani
mengambil jalan tengah dalam mengahadapi masalah ini. Beliau membagi metasyabih
dari segi kemungkin mengetahui
maknanya kepada tiga bagian:
a.
Bagian yang tak ada jalan
mengetahui, seperti waktu terjadi kiamat, keluarnya binatang dari bumi dan lain
sebagainya.
b.
Bagian manusia menemukan sebab-sebab
mengetahuinya, seperti lafadz-lafadz yang ganjil sulit di fahami kemudian bisa
di temukan artinya.
c.
Bagian yang terletak antara dua
urusan itu yang hanya di ketahui oleh sebagian ulama’ yang
tinggi ilmunya saja. Inilah yang di isyaratkan oleh nabi dengan
sabdanya kepada ibnu abbas” Allahumma faqqihhum fiddini waallamahutta’wila
Artinya:
wahai tuhanku jadikanlah dia seorang yang fikih dalam agama dan ajarkanlah
ta’wil kepadanya.
Sebagaimana
dalam masalah fawatikhus-suwari, kita ketemukan berbagai takwil yang di berikan
para ulama’, semua pendapat para ulama’ berkisar sekitar hikmah wujudnya
(fawatikhus-suwar), bukan sekitar hakikat-hakikatnya, maka dalam ketidak
mampuanya manusia tidak menemukan hakikat-hakikat itu, menunjukkah akan
kelemahan manusia. Dan kalau kita berbicara masalah dzat dan sifat Allah jelas
tidak ada jalan lain untuk mengetahuinya dan masalah ini oleh jumhur ulama’ dan
ahli sunnah dan bahkan ahli ro’yu hanya sekedar mengimani adanya saja dan
urusanya di serahkan kepada Allah SWT.
Para ulama’ dalam menanggapi sifat-sifat
yang mutasyabihat dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Pada m,asa
hidupnya imam malikada seorang laki-laki bertanya kepada beliau tentang makna
istawa’ beliau menjawab,
Al-istiwau ma’lumun wal kaifu majhuulun
watasaulu anhu bidatun waadunnuka rojula suuin ukhrujuuhu anni:
Artinya: Istiwa’ itu maklum sedangkan kaif
itu majhul dan menanyakan hal itu termasuk bidah , aku menyangka bahwa engkau
adalah termasuk orang buruk keluarkanlah dia dari majlisku.
Madzhab kholaf, yaitu: mepertanggungkan
(mentakwilkan) lafadz yang mustahil dzahirnya kepada makna yang layak demngan
zat Allah jadi jelaslah ulama’ salaf mensucikan Allah dari kenyataan kenyataan
yang mustahil dan mengimani apa yang di terangkan al-qr’an serta menyrahkan
urusan hakikatnya kepada Allah sendiri.
Ulama’ kholaf berusaha mencari arti ayat
yang mengandung sifat-sifat Allah dengan arti yang ada qorinah nya.
E.
CONTOH AYAT
MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT
a.
Contoh ayat muhkamat
Contoh
ayat yang muhkamat ialah seperti ayat-ayat tentang perintah Allah Dialah yang
menurunkan kepadamu (wahai Muhammad) Kitab kebaikan ibu, sedangkan engkau balas
dengan akhlak sebuah
perkongsian. Surat an-Nisa ', Ayat 34.
Menurut
para ulama, ayat muhkamat itu pada umumnya adalah ayat-ayat yang sudah
dinasakh, seperti halal, haram, hudud, kewajiban, janji dan
ancaman. Hal ini cukup sejalan dengan pendapat Ali ibnu Abi Thalhah, yang
menyatakan bahwa ciri-ciri dari ayat muhkamat adalah ayat-ayat yang
membatalkan ayat-ayat lain, ayat yang menghalalkan, ayat-ayat yang
mengharamkan, ayat yang berisi ketentuan, ayat yang mengandung kewajiban,
ayat-ayat yang harus di-imani dan diamalkan.
Menurut Ibnu Abbas di dalam Tafsir Al-Manar, ayat muhkamat
itu terkait dengan sepuluh perintah Allah yang dijelaskan dalam surah Al-An’am.
Sedangkan selain sepuluh perintah Allah itu, maka ayat-ayat lainnya tergolong
ayat mutasyabihat. Adapun di antara sepuluh perintah Allah di maksud,
misalnya Dia memerintahkan untuk memakan hewan yang disembelih atas nama-Nya
(Al-An’am ayat 118), larangan untuk memakan harta anak yatim (Al-An’am ayat
152) dan lain sebagainya.
b.
Contoh ayat
mutasyabih
Adapun
ayat-ayat yang oleh para ahli di pandang secara mutasyabihat antara lain
tentnag semayamnya Allah SWT(20:5), wajah Allah SWT (28:88), (55:27), tentang
mata Allah SWT (28:29), tangan Allah SWT(48:10), tangan kanan Allah SWT(39;67).
Dll
Terhadap
ayat-ayat tersebut di atas ulama’ salaf menyucikan Allah SWT dari kenyataan
kenyatan yang mustahil ini dan mengimani yang di terangkan Al-qur’an serta
menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Sedangakan ulama’ kholaf member
ma’na istiwa’ (20:05), dengan ketinggian maknawi yaiotu mengendalikan ala mini
tampa merasa payah, mereka menggantikan wajah Allah(28:88), (55:27), dengan
dzat Allah. Mereka mengartikan mata Allah(20:29), dengan pengawasan Allah, dan
mereka mengartikan tangan Allah(48:10), dan (39:67), dengan kekuasaan Allah
SWT.[8]
Dalam konteks fawatih
as-suwar tersebut, Imam Nawawi berusaha menafsirkan huruf pembuka surah
dengan mengaitkannya kepada nama Allah. Misalnya, Alif Lam Mim
ditafsirkan dengan Ana Allah a’lam (Akulah Tuhan yang Maha Tahu). Alif Lam Raâ ditafsirkan dengan Ana Allah Ara
(Akulah Tuhan yang Maha Melihat). Alif Lam Raâ dan Ha Mim
merupakan ejaan ar-rahman yang dipisahkan. Dalam mengomentari huruf Kaf
Ya Ha âAin Shad, ia berkata: Kaf sebagai lambang Karim
(Pemurah), HaHadin (Pemberi Petunjuk), Yaâ berarti Hakim
(Bijaksana), âAin berarti âAlim (Maha Mengetahui), dan Shad
berarti Shadiq (Yang Mahabenar).[10] berarti
Menurut Sayyid
al-Quthub, huruf-huruf itu mengingatkan pada sebuah kenyataan bahwa al-Qur’an
disusun dari huruf-huruf yang lazim dikenal bangsa Arab, yaitu tujuan al-Qur’an
pertama kali diturunkan. Dalam pandanganya, misteri dan kekuatan huruf-huruf
itu terletak pada kenyataan bahwa meskipun huruf-huruf itu terletak begitu
lazim dan sangat dikenal, manusia tidak akan dapat menciptakan gaya dan diksi
yang sama dengannya untuk membuat kitab seperti al-Qur’an.
Pendapat lain seperti
Ibn Katsir, Ath-Thabari dan Rasyid Ridha menyatakan bahwa huruf-huruf tersebut
berfungsi sebagai tanbih atau peringatan. Dalam hal ini, Rasyid Ridha
berargumentasi bahwa letak keindahan pembicara adalah ketika menyandarkan
perhatian pendengarnya agar mereka mampu untuk menangkap serta mampu menguasai
hal-hal yang dibicarakannya.
Berkaitan dengan
pendapat itu, Jalaluddin As-Suyuthi mengatakan bahwa al-Qur’an tidak
menggunakan kata-kata peringatan (tanbihat) yang biasa digunakan dalam
bahasa Arab, seperti ala dan ama karena keduanya termasuk
lafal-lafal yang biasa dipakai dalam percakapan, sedangkan al-Qur’an merupakan
kalam Allah karenanya menggunakan alif sebagai kata peringatannya yang
belum pernah digunakan sama sekali sehingga lebih terkesan bagi pendengarnya.
Dalam tradisi sufi,
rahasia-rahasia huruf itu dijelaskan dengan perspektif esoterik-simbolik.
Ibnu Arabi dianggap sebagai pelopor dalam hal ini. Arabi menjelaskan bahwa alif
adalah nama esensi Ilahi, yang menunjukkan bahwa Allah SWT merupakan yang
pertama dari segala eksistensi, sedangkan lam terbentuk dari dua alif,
dan keduanya dikandung oleh mim. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa
setiap nama adalah referensi untuk hakikat (esensi), yaitu yang
mengandung satu atau beberapa sifat yang lain (atribut). Oleh karena
itu, mim merupakan referensi terhadap tindakan Nabi Muhammad. Selain
itu, Ibnu Arabi juga menjelaskan bahwa alif adalah simbol sifat dan
tindakan-tindakan Nabi Muhammad, maka lam yang mengantarkan alif
dan mim merupakan simbol nama malaikat Jibril.[9]
F. MACAM-MACAM AYAT MUTASYABIHAT
Menurut al-Asfahani, ayat-ayat mutasyabihat
dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: Pertama, ayat atau lafadz yang
sama sekali tidak dapat diketahui artinya secara hakiki, seperti saat tibanya
hari kiamat, kalimat daabbatul-ardhi (sejenis binatang yang akan muncul
menjelang kehancuran alam semesta). Hal ini seperti terdapat dalam surah
An-Naml ayat 82:
Artinya: Dan apabila perkataan telah jatuh atas
mereka, kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan
kepada mereka, bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat
Kami.
Kedua, ayat mutasyabihat
yang dengan berbagai sarana manusia dapat mengetahui maknanya, seperti lafadz
yang aneh dan hukum yang tertutup. Ketiga, ayat-ayat mutasyabihat
yang khusus hanya dapat diketahui maknanya oleh orang yang mendalam ilmunya dan
tidak dapat diketahui oleh orang-orang selain mereka, yaitu sebagaimana yang
diisyaratkan oleh doa Rasulullah bagi Ibnu Abbas: Ya Allah, karuniakanlah ia
ilmu yang mendalam mengenai agama dan limpahkanlah pengetahuan tentang ta’wil
kepadanya..
Jalan tengah yang diambil oleh Al-Asfahani di atas
menunjukkan kearifannya dalam menyikapi perbedaan pendapat di antara para ulama
salaf dengan muta’akhirin, tanpa harus menyalahkan atau membenarkan pendapat di
antara keduanya.
Dalam teori pengalaman ini, pembahasannya diarahkan
kepada ayat yang dinasakh atau mansukh.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
a.
Menurut istilah, para ulama’
berbeda-beda pemahaman dalam memberikan pengertian tentang muhkamah dan
mutasyabih.
Ulama’
golongan ahlussunah waljama’ah mengatakan muhkama adalah lafadz yang dim
ketahui lafadz maknanya, atau makna maksudnya, baik memang karena sudah jelas
artinya atau dengan karena di takwilkan, sedangkan lafadz mutasyabih adalah
lafadz yang pengetahuan artinya hanya di monopoli Allah SWT manusia tidak ada
yang bisa mengetahuinya, contohnya terjadinya hari kiamat, keluarnya dajjal.
Ulama’
golongan hanafiyah mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang jelas
petunjuknya dan tidak mungkin telah di nasyakh (dihapuskan hukumnya)sedang
lafadz mutasyabih adalah lafadz yang
sama maksud dan tujuanya, sehingga tidak terjangkau oileh akal fikiranmanusia,
ataupun tudak tercantumdalam dalil-dalil nash sebab blafadz mutasyabih itu
termasuk hal-hal yang di ketahui AllahSWT sajacontohnya seperti hal-hal yang
gaib.
b.
Secara tegas dapat dikatakan
bahwa sebab adanya ayat muhkamah dan mutasyabihan itu karena Allah menjadikanya
demikian itu, Allah membedakan dan memisahkan ayat-ayat yang muhkam dan
mutasyabih, dan menjadikan ayat muhkam sebagai bandingan ayat yang
mutasyabihat, seperti firman yang artinya: dialah yang telah menurunkan
al-kitab kepada kamu, di antara isinya ada ayat-ayat yang muhkamt dan ada
ayat-ayat yang mutasyabihat (Al-imron: 7)
Dari
ayat itu jelaslah bahwa Allah menurunkan ayat-ayat yang muhkam dan
mutasyabihat, tetapi belum jelas apa sebab-sebab turunya ayat-ayat tersebut.
c.
Hikmah ayat muhkamat dan Mutasyabihat
Adanya ayat-ayat muhkamat dalam
kitab al-qr’an jelas ada hikmahnya bagi umat manusia sebagai berikut:
-
Menjadi rahmat bagi manusia
khususnya yang kemampuan bhs arabnya lemah dengan adannya ya ayat-ayat muhkamt
yang sudah jelas arti maksudnya sangat besar arti dan faidahnya bagi mereka
dengan demikian mereka tidak perlu susah –susah mempelajari apa arti dari ayat
itu, karena arti maksud dari ayayt itu sudah cukup jelas dan gamblang
-
Adanya ayat-ayat mutasyabihat
dalam al-qur’an membawa hikmah dan faidan yang banyak juga bahakan lebih banyak
dari hikmah muhkamat. Rohmat Allah SWT , sebab sifat dan Allah SWT itu di
tam,pakkan kepada manusia yang lemah karena itu Allah SWT ,menyamarkan sifat
dan dzatnya, dalam ayat-ayat mutasyabihat itu adalah jelas merupakan rohmat
Allah SWT yang besar bagi manusia.
-
Kalau tidak ada ayat dan
mutasyabih tentu umat islam hanya ada
dalam satu madzhab tetapi dengan adanya ayat mutasyabih maka masing-masing
menganut mdzhab akan mendapat dalil yang menguatkan pendapatnya dengan usaha
terus menerus mengali seperti itu akhirnya ayat-ayat muhkamat menjadi penafsir
ayat-ayat mutasyabihat
d.
Pendapat ulama’ tentang
kemuhkaman dan kemutasyabihatan al-qur’an
Al-qur’an semuanya mhkam sebab susunan lapadz al-quran
dan keindahan nadzomnya sungauh sangat sempurna, tak sedikitput terdapat
kelemahan padanya, baik dalam segi lafadznya atau maknanya, hal ini telah di terangkan
sendiri oleh al-qur’an.
Al-qur’an
adalah semuanya jika kita kehendaki dengan kemutasyabihnya ialah kemutamasilan
(serupa atau sebanding) ayat-ayatnya, baik dalam bidang balaghah maupun dalam
bidan i’jaz dan kesulitan kita menampakkan kesulitan kelebihan sebagian sukunya
atau yang lain hal ini telah di landaskan ayat al-qur’an.
e. Contoh ayat muhkamat dan mutasyabihat
Contoh
ayat yang muhkamat ialah seperti ayat-ayat tentang perintah Allah Dialah yang
menurunkan kepadamu (wahai Muhammad) Kitab kebaikan ibu, sedangkan engkau balas
dengan akhlak sebuah
perkongsian. Surat an-Nisa ', Ayat 34.
Adapun
ayat-ayat yang oleh para ahli di pandang secara mutasyabihat antara lain
tentnag semayamnya Allah SWT(20:5), wajah Allah SWT (28:88), (55:27), tentang
mata Allah SWT (28:29), tangan Allah SWT(48:10), tangan kanan Allah SWT(39;67).
Dll
f.
Jalan
tengah yang diambil oleh Al-Asfahani di atas menunjukkan kearifannya dalam
menyikapi perbedaan pendapat di antara para ulama salaf dengan muta’akhirin,
tanpa harus menyalahkan atau membenarkan pendapat di antara keduanya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Hadi, abd,” Pengantar Study Ilmu-Ilmu
Al-Qur’an”,graha
pustaka islamic multimedia:surabaya,2010
·
KHlil al-Qattan,manna, “study
ilmu-ilmu al-qur’an”litera antarnusa:Jakarta, 2009
·
Djalal,Abd, “ulumul-qur’an”,dunia
ilmu:Surabaya, 2008
·
Hamzah, muchotob, “Study
Al-Qur’an Komprehensif”gema media:Surabaya,2003
·
Sariono Sby http://referensiagama.blogspot.com//” Makalah-Ayat-Muhkamat-Dan-Mutasyabihat. 01-03-201l
·
Channah, Liliek,”study alqur’an”Surabaya,2010
No comments :
Post a Comment