HUBUNGAN PSIKOLOGI DENGAN SOSIAL, PEDAGIGI, DAN AGAMA
BAB I
PENDAHULUAN
Alhamdulillah kami ucapkan sebagai rasya syukur kita kepada yang pencipta dunia, marilah kita curahkan kontrak hidup kita lewat syukur yang seharusnya kita sampaikan, dan untuk tidak melupakanya sepanjang masa, yang intinya dengan tersusunya makalah ini tentunya, kami sangat berterima kasih kepadanya, semoga apa yang telah kita susun menjadi bahan yang sangat berguna bagi, diri kita pibadi terutama selaku penyusun sehingga tidak hanya menyusun, tapi juga mengaplikasikan dalam kehidupan kita sehari hari, begitu juga bermamfaat bagi para pembaca sekalian semoga dengan apa yang telah di dapatkan dari makalh ini ini bisa di jadikan barang acuan untuk mengetahui isi yarkandung di dalamnya, dalam bagaimana kita hidup sebagai makhluk sosial, tentunya bagi masyarakat sekitar kita, dan di dunia pendidikan, kita hidup di lingkungan pendidikan, dan dalam beraga yang mana kita tidak bisa terlepas denngan agama itu sendiri, dan semua itu tentunya tidak akan pernah lepas dari nilai psikologi yang terkandung di dalamnya.
Keduanya sholawat slam tak akan pernah
terbekangkan tentunya, kepada sang pembawa risalah, Muhammad putra sitti aminah,
sebagai nabi yang terakhir, yang mana dengan berkah beliau kita bisa mengetahui
hakikat segala sesuatu.
Yang terakhir kalinya kami selaku penyusun
memohon kepada pembaca, bahwa makalah ini bukanlah makalah yang sempurna, dan
masih harus di sempurnakan lagi, dari itu kami meminta catatan dari anda
pembaca dari kesalahan-kesalahan yang telah kami susun bersama, dan akhir dari
kami minta maaf yang tiada batas, semoga maslahah di dalamnya berbilai bagi
kehidupan anda.
Surabaya-10-03-20011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ...............................................................................................
DAFTAR
ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
B.
RUMUSAN MASALAH
C.
TUJUAN
BAB II : PEMBAHASAN
A.
HUBUNGAN PSIKOLOGI DENGAN
SOSIAL
B.
HUBUNGAN PSIKOLOGI DENGAN
PEDAGOGI
C.
HUBUNGAN PSIKOLOGI DENGAN AGAMA
BAB III : PENUTUP
A.
KESIMPULAN
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Allah
menciptakan kita sebagai makhluk yang berfikir dan itulah yang merupakan
sebagian dari nikmat besar yang di berikan dari pada makhluk-makhluk lain di
dunia, Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan
tetapi, kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan
oleh manusia lainnya, maka dari itu kita di sebut sebagai makhluk sosial,
begitu juga manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena
manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang
maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga
keseimbagan manusia dilandasi kepercayan beragama. sikap orang dewasa dalam
beragama sangat menonjol jika, kebutuaan akan beragama tertanam dalam dirinya.
Kesetabilan hidup seseorang dalam beragama dan tingkah laku keagamaan
seseorang, bukanlah kesetabilan yang statis. adanya perubahan itu terjadi
karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin
karena kondisi yang ada. Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki
persepektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya, begitu juga
manusia tidak bisa lepas dari pendidikan, karena itu yang bisa mempertahankan
nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam masyarakat itu sendiri.
Dari
tiga aspek di atas tidak bisa terlepaskan dari satu hal cabang ilmu pengetahuan
yaitu psikologi, karena pada hakikatnya itu merupakan ilmu yang tidak bisa
terpisah-bisahkan, dan termasuk dari dari baigian ilmu itu sendiri, untuk
mengetahui lebih lanjut, kami menyajikan pembahasan yang akan membahas tentang,
sebuah relasi psikologi dengan sosial, pedagogi dan agama.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana Hubungan Psikologi
Dengan Sosiologi?
2.
Bagaimana Hubungan Psikologi
Dengan pedagogi?
3.
Bagaimana Hubungan Psikologi
Dengan Agama?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui Hubungan
Psikologi Dengan sosiologi
2.
Untuk mengetahui Hubungan
Psikologi Dengan Pedagogi
3.
Untuk mengetahui Hubungan
Psikologi Dengan Agama
BAB I
PEMBAHASAN
A.
HUBUNGAN PSIKOLOGI
DENGAN SOSIOLOGI
Manusia sebagai mahluk sosial juga menjadi objek
sosiologi sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan manusia
mempelajari manusia di alam masyarakatnya, karena itu baik psikologi maupun
psikologi yang sama sama membicarakan manusia, tidaklah mengherankan kalau pada
suatu waktu adanya titik pertemuan di dalam meninjau titik manisua, misalnya
masalah tingkah laku, tinjauan sosiologi yang penting adalah tinjauan
masyarakatnya, sedangkan tinjauan psikologibahwa tingkah laku sebagai
manifestasi hidup kejiwaan yang di ddorong oleh moral tertentu hingga manusia
itu bertingkah, laku atau berbuat, karena adanya titik-titik persamaan ini maka
timbulah cabang ilmu pengetahuan dan mempelajari tingkah laku manusia dengan
hubungannya dengan situasi-situasi sosialmenurut gerungan, pertemuan antara
psikologi dengan sosiologi itulah yang merupakan daerah psikologo sosial.[1]
Seperti apa yang di kemukakan oleh bouman:
“sosiologi adalah ilmu pengethuan tentang
hubungan hidup manusia dalam hubungan ggolongan, ia mempelajari antara
hubungan-hubungan sesame manusia, sepanjang hal ini berarti bagi kita dalam
memperdalam pengetahuan kita tentang perhubngan-perhubungan dalam masyarakat,
dalam hal ini yang utama menarik perhatian kita ialah bentuk-bentuk pergaulan
hidup , dimana perhubungan-perhubungan ini menunjukkan sifat yang kurang atatu
lebih kekal: pertama-tama golongan-golongan dan pnggolongan-penggolongan
(bangsa, keluarga, perhimpunan, tingakatan kelas dan sebagainya)
Bagi ahli sosiologi tinggallah satu persoalan
yang tak dapat di masukkan dalam ilmu-ilmu pengetahuan lainya, yakni menyelami
hakikat kerja sama dan kehidupan bersama dalam segala macam bentuk yang
timbuldari perhubungan antar manusiadengan manusia, jadi yang di persoalkan
disini adalahkehidupan bergolong-golongan yang sebenarnya.[2]
Manusia sebagai makhluk
social selain menjadi objek dari psikologi jugamenjadi objek dari ilmu social
lain, misalnya sosiologi. Sosiologi sebagai suatu ilmu mempelajari manusia
dalam hidup bermasyarakat. Karena baik psikologi maupun sosiologi sama-sama
mempelajari manusia, karena tidaklah mengherankan bahwa didamping adanya
perbedaan, terdapat pula titik pertemuan dalam meninjau manusia itu.
Tinjauan sosiologi yang
penting adalah bentuk hidup bermasyarakat, struktur dan fungsi dari kelompok
yang terkecil hingga kelompok yang besar (Myers, 1983). Sedangkan tinjauan
psikologi yang penting adalah bahwa perilaku itu sebagai manifestasi hidup
kejiwaan, yang didorong oleh motif tertentu, hingga manusia itu berprilaku atau
berbuat.
Dari penjelasan diatas
dapat dikemukana bahwa antara psikologi dan sosisologi memang terdapat
perbedaan dalam materi yang dibicarakan selain ada titik-titik pertemuan antara
keduanya. Karena adanya titik-titik pertemuan antara kedua ilmu tersebut, maka
timbullah ilmu dalam lapangan psikologi, yaitu psikologi social. Gerungan menyatakan
bahwa pertemuan psikologi dengan sosiologi itulah merupakan daerah psikologi
social.
Perilaku manusia sebagai
suatu respon terhadap stimulus yang diterimanya, menjadi tinjauan dari berbagai
ilmu antara lain antropologi, sosiologi, psikologi, ekonomi dan sebagainya,
yaitu oleh semua ilmu yang dikenal dengan ilmu-ilmu social, Disamping itu Secord
dan Backman mengemukakan tentang
bahwa perilaku manusia dalam interaksi social dapat dianalisis melalui 3 macam
system, yaitu the personality system, the social system, and the cultural
system.
1. Perilaku manusia dalam kaitannya dengan lingkungan
merupakan tinjauan dari antropologi. Antropologi, khususnya antropologi budaya
meninjau perilaku dari segi kebudayaan yang melatarbelakanginya.
2. Sosiologi juga meninjau perilaku manusia dalam
kaitannya dengan hidup bermasyarakat. Tinjuannya lebih pada bagaimana hubungan
individu dengan kelompoknya, tinjauannya kepada sostem socialnya. Ini berarti
bahwa system kehidupan social merupakan focus dari sosiologi.
3. Tinjauan personality system adlah meninjau perilaku
manusia dari segi psikologi, khususnya psikologi kepribadian, yaitu meninjau
manusia dari sudut pandang bahwa manusia itu mempunyai kemampan-kemampuan,
sifat-sifat, perasaan tertentu. Jadi pendekatannya adalah dari segi
potensi-potensi psikologis yanga ada dalam diri manusia itu. Dari segi itulah
yang menyebabkan manusia itu berprilaku.
Menurut Secord and
Backman psikologi social mempunyai sifat yang meninjau prilaku manusia dari
sudut pandang prilaku manusia dari ketiga pendekatan tersebut, karena dalam
melihat perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan lingkungannya, yaitu
menyangkut segi kebudayaan serta struktur sosialnya.
Serge moscovici seorang
psikolog sosial perancis menyatakan bahwa psikologi sosial adalah jembatan
diantara cabang-cabang pengetahuan sosial lainnya. Sebab psikologi sosial
mengakui pentingnya memandang individu dalam suatu system sosial yang lebih
luas dan karena itu menarik kedalamnya sosiologi, ilmu politik, antropologi,
dan ekonomi. Psikologi sosial mengakui aktifitas manusia yang rentangnya luas
dan pengaruh budaya serta perilaku manusia dimasa lampau. Dalam mengambil fokus
ini psikologi sosial beririsan dengan filsafat, sejarah, seni dan musik. Selain
itu psikologi sosial memiliki perspektif luas dengan berusaha memahami
relevansi dari proses internal dari aktivitas manusia terhadap perilaku sosial.
Dalam hal ini psikologi sosial misalnya mungkin mempertanyakan bagaimana
keadaan orang setelah menyaksikan suatu kejadian menakutkan akan mempengaruhi arousal
secara fisiologis, seperti tekanan darah dan serangan jantung. Karena
perspektif ini, maka dibahas tentang persepsi, kognisi dan respon fisiologis.
Meskipun demikian, perlu
dicatat bahwa cirikhas dari psikologi sosial adalah memfokuskan pada individu
daripada kelompok atau unit.sementara ahli ilmu sosial yang lain mempergunakan
analisis kemasyarakatan yakni mempergunakan faktor-faktor secara luas untuk
menjelaskan perilaku sosial. Misalnya sosiologi lebih tertarik pada struktur
dan fungsi kelompok. Kelompok itu dapat kecil (keluarga), atau moderat
(perkumpulan mahasiswa, klub sepakbola), atau luas (suatu masyarakat).
Sementara bidang studi
lain dari psikologi yang tertarik pada keunikan dari perilaku individu adalah
psikologi kerpibadian. Pendekatan psikologi kepribadian adalah membandingkan
masing-masing orang. Sementara pendekatan psikologi sosial adalah
mengidentifikasikan respon (cara bereaksi) dari sebagian besar atau kebanyakan
orang dalam suatu situasi dan meneliti bagaimana situasi itu mempengaruhi
respon tersebut.
Marilah kita bandingkan
ketiga pendekatan tersebut dengan menggunakan contoh yang spesifik untuk
menganalisis terjadinya tindak kekerasan. Pendekatan kemasyarakatan cenderung
menunjukkan adanya kaitan antara tingkat kejahatan yang tinggi dengan
kemiskinan, urbanisasi yang cepat, dan industrialisasi dalam suatu masyarakat.
Untuk membuktikan kesimpulan ini, mereka menunjukkan beberapa fakta tertentu :
orang yang miskin lebih sering melakukan kejahatan; kejahatan lebih banyak
timbul di daerah kumuh ketimbang di lingkungan elit; kriminalitas meningkat
pada masa resesi ekonomi dan menurun di saat kondisi ekonomi membaik.
Sementara pendekatan
individual dalam bidang psikologi yang lain (psikologi kepribadian,
perkembangan dan klinis) cenderung menjelaskan kriminalitas berdasarkan
karakteristik dan pengalaman criminal individu yang unik. Pendekatan ini akan
mempelajari perbedaan individual yang menyebabkan sebagian orang melakukan
tindak criminal, yang tidak dilakukan oleh orang lain dengan latar belakang
yang sama, untuk itu, biasanya mereka memusatkan pada latar belakang individu,
misalnya bagaimana perkembangan orang itu? Disiplin apakah yang diterapkan
orang tuanya? Mungkin orang tua yang kasar cenderung menumbuhkan anak belajar
berperilaku kasar?. Penelitian dapat dilakukan dengan membandingkan latar
belakang keluarga anak yang nakal dengan yang tidak nakal. Jadi analisis semacam
ini memusatkan pada bagaimana dalam situasi yang sama orang dapat melakukan
perilaku yang berbeda karena pengalaman masa lalu yang unik.
Sebaliknya psikologi
sosial lebih berpusat pada usaha memahami bagaimana seseorang bereaksi terhadap
situasi sosial yang terjadi. Psikologi sosial mempelajari perasaan subyektif
yang biasanya muncul dalam situasi sosial tertentu, dan bagaimana perasaan itu
mempengaruhi perilaku. Situasi interpersonal apa yang menimbulkan perasaan
marah, dan meningkatkan atau menurunkan kemungkinan munculnya perilaku agresi?
Sebagai contoh, salah satu prinsip dasar psikologi sosial adalah bahwa situasi
frustasi akan membuat orang marah, yang memperbesar kemungkinan timbulnya
mereka melakukan perilaku agresi. Akibat situasi yang menimbulkan frustasi ini
merupakan penjelasan alternative mengenai sebab timbulnya kejahatan. Hubungan
itu tidak hanya menjelaskan mengapa perilaku agresif terjadi dalam situasi
tertentu, tetapi juga menjelaskan mengapa faktor ekonomi dan kemasyarakatan
menimbulkan kejahatan. Misalnya, orang miskin berduyun-duyun dating ke kota
akan mengalami frustasi; mereka ternyata sulit mencari pekerjaan, mereka tidka
dapat membeli apa yang mereka inginkan, tidak dapat hidup layak seperti yang
mereka bayangkan. Dan frustasi ini merupakan sebab utama munculnya sebagian
besar perilaku criminal. Psikologi sosial biasanya juga menyangkut
perasaan-perasaan subyektif yang ditimbulkan situasi interpersonal, yang
kemudian mempengaruhi perilaku individu. Dalam contoh ini situasi frustasi menimbulkan
kemarahan, yang kemudian menyebabkan timbulnya perilaku agresif.[3]
B.
HUBUNGAN PSIKOLOGI
DENGAN PEDAGOGIK
Kedua ilmu ini hamper tidak dapat di pisahkan
satu sama lain, oleh karena mempunyai hubungan timbale balik pedagogic sebagai
ilmu yang bertujuan untuk memberikan bimbingan hidup manusiasejak dari lahir
sampai mati tidak akan sukses, bilamana tidak mendasarkan diri kepada
psikologi, yang tugasnya memang menunjukkan perkembangan hidup manusia,
sepanjang masa, bahkan cirri dan wataknya serta kepribadianya di tunjukkan oleh
psikologi, dengan demikian pedagogic akan menepatkan sasaranya, apabila dapat
memahami langkah-langkahnya sesuai dengan petunjuk psikologi,oleh karena sangat
erat luasnya antara keduanya, maka timbul educational psyikology (ilmu jiwa
pendidikan).[4]
C.
HUBUNGAN PSIKOLOGI
DENGAN AGAMA
Spikologi dan agama merupakan dua hal yang
sangat erat hubunganya antara keduanya, mengingat agama sejak turunya sabda
rosuldi ajarkan kepada manusia dengan dasar-dasar yang di sesuaikan dengan
situasi dan kondisi psikologi pula, tampa dasar agama sulit mendapat tempat di
dalam jiwa manusia, di dalam agama tedapat ajaran agama tentang bagaiman
manusia mau menerima petunjuk tuhanya, sehingga manusia itu sendiri tampa
paksaan bersedia menjadi hambanya yang baik dan taat, itulah sebabnya dapat
dikatakan bahwa di dalam agama itu penuh dengan unsure-unsur pedagogis, yang
bahkan merupakan esensi pokok dari tujuan agama di turunkan oleh tuhan kepada
umat mansuai, unsure pedagogis dalam agama tidak dapat mempengaruhi, manusia kecuali bilamana di
samapaikan kepadanaya sesuai dengan petunjuk-petunjuk psikologi dalam hal ini
psikologi pendidikan
Contoh
bahwa psikologi mempunyai hubungan erat dalam memberiakan bimbingan manusia
adlah terhadap manusia yang berdosa pada manusia yang melanggar normatersebut
dapat mengakibatkan perasaan nestapa dalam dirinya meskipn hubungan lahirnya
tidak di beriakan terhadapnya, psikologi memandang bahwa orang yang
berdosa itu berarti telah menghukum
dirinya sendiri, karena dengan perbuatan
pelanggaran tersebut, jiwa mereka menjadi terteka, kotor dan gelap, yang
apabila yang bersangkitan tidak dapat mensublimasikan (mengalihkan kepada
perbuatan yang lebih baik )perasaanya akan mengakibatkan semacam penyakit
jiwa,(psichistania)yang merugikan dirinya sendiri, dalam hal demikian itulah
pendidik agama sanagat di perlukan untuk memberikan jalan sublimatif atau
katarsis(pembersihan jiwa) orang yang menderita dosa.
Mengingat
eratnya hubungan antara keduanya, akhirnya lahirlah psikologi agama,(psikologi
of relegion)yang objek pembahasanya antara lain :bagaimanakah perkembangan
kepercayaan kepada tuhan masa kanak-kanak sampai dewasadan kapan terjadi
kemantapan hidup keagamaan seseorang bagaimana perbedaan tingkah laku orang
yang beragama dengan yang tidak beragamadan lain sebagainya tokohnya antara
lain, Prof. Rumke, Straton, dan William james.[5]
Psikologi dan agama
mempunyai hubungan benci-cinta sepanjang sejarah. menurutkang jalal, hubungan
ini amat sangat dipengaruhi oleh perilaku sains (yang menjadi dasar ilmu
psikologi) terhadap agama. pada masa gereja berkuasa dan sains mulai menemukan
banyak hal, agama dan psikologi (dan sains) bermusuhan. ditandai dengan
dipenjarakannya da vinci karena bid'ah oleh gereja. saat itu, yang dalam
sejarah disebut sebagai the dark middle age, gereja keluar sebagai pemenang.
Pada awal abad 20,
ketika sains menjadi panglima, lagi-lagi psikologi dan agama (dan sains)
bermusuhan. tapi kali ini sains yang menang. abad ini ditandai dengan lahirnya
pemikir-pemikir besar yang ateis, seperti Darwin yang mengatakan bahwa manusia
berevolusi dari kera, Marx yang bilang 'agama adalah candu', Nietzsche yang
mengatakan bahwa 'tuhan sudah mati', dan Freud yang bilang bahwa agama hanya
ilusi kekanak-kanakan, kerinduan seorang anak akan bapaknya. psikologi pada
masa ini adalah psikologi ateistik, yang menganggap agama adalah sebuah
patologi alias penyakit jiwa.
pada akhir abad 20,
ketika paham materialisme mencapai puncaknya, ternyata kekosongan hidup yang
ditengarai bisa diisi dengan materi, tidak juga bisa diisi. terjadilah
pergeseran nilai. Muncul filsafat eksistensial, yang walaupun di satu sisi
melahirkan pemikir ateistik seperti Sartre dan Camus, tapi juga melahirkan
Kierkegaard yang amat religius. Muncul Einstein, yang berkata bahwa fisika
membuat dia menemukan Tuhan dimana-mana. Muncul Maslow dengan teori hierarki
kebutuhannya yang dengan jelas menegaskan bahwa 'there's something beyond
material thing'. Dari dunia psikologi muncul Carl Jung yang meneliti dengan
penuh perhatian menengai agama dan kejiwaan. Gelombang kerinduan akan 'Tuhan'
menerjang. Di Amerika, muncul gerakan new age yang melirik dunia timur dan
spiritualitasnya sebagai jawaban atas kekosongan jiwa. Pada saat ini, agama
mulai dilirik sebagai salah satu 'kebutuhan' di dalam dunia psikologi. Bahkan
agama, dan ritualnya, menjadi salah satu alternatif penyembuhan masalah-masalah
kejiwaan.[6]
Bentuk-bentuk
Interaksi Psikologi dan Agama
Jones menyebut 3 model interaksi psikologi dan agama:
(1) Kritis-evaluatis. Teori-teori psikologi dikaji secara kritis apakah tidak
bertentangan dengan keyakinan agamanya. Jadi, psikologi diletakkan di bawah
mikroskop agama; (2) Konstruktif. Agama membantu psikolog untuk melihat dunia
dengan cara yang baru, membentuk persepsi baru tentang data dan teori. Ajaran
agama tidak menjadi sumber data untuk mengevaluasi teori, tetapi menjadi
“kacamata” yang mempengaruhi apa yang kita lihat sebagai data atau yang kita
rumuskan sebagai teori; (3) Dialogis dan dialektis. Disini, psikologi tidak
memaksa agama mengikuti jalan yang dikehendakinya, sebaliknya agama tidak
memaksa sains untuk tunduk pada kehendaknya. Agama harus membantu psikologi
memberi perspektif yang berbeda. Psikologi harus membantu agama melihat
kehidupan yang berbasiskan pengalaman empiris.
jones menyatakan: “Kesediaan dialogis dengan agama
menyiratkan kesediaan ilmuwan dan professional untuk mendalami teologi dan
filsafat. Serta kesediaan teolog dan filosof untuk mendalami sains dan memahami
profesi”.
Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama
meneliti pengaruh agama terhadapsikap dan tingkah laku orang atau mekanisne
yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap,
bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena
keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi
Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama
mana yang paling benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya
, bagaimana prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya.Mengapa
manusia ada yang percaya Tuhan ada yang tidak , apakah ketidak percayaan ini
timbul akibat pemikiran yang ilmiah atau sekedar naluri akibat terjangan cobaan
hidup, dan pengalaman hidupnya.
Beragama bagi orang
dewasa sudah merupakan bagian dari komitmen hidupnya dan bukan sekedar
ikut-ikutan. Namun, masih banyak lagi yang menjadi kendala kesempurnaan orang
dewasa dalam beragama. kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan
dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan agama
yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya. Oleh kerana itu semua
orang berkepentingan dengan Psikologi Agama dan dapat memanfaatkannya sesuai
dengan kepentingannya masing-masing.
Bidang pendidikan anak
misalnya, apabila si ibubapa ingin mendidik anaknya agar kelak menjadi seorang
yang taat beragama, berakhlaq terpuji, berguna bagi masyarakat dan negaranya,
dia dapat menggunakan pengetahuannya terhadap Psikologi Agama, disamping
mengetahui sekedarnya tentang perkembangan jiwa anak pada umur tertentu dan
perkembangan ciri remaja. Untuk itu dia dapat membaca buku tentang psikologi
anak dan psikologi remaja.
Bila para dakwah ingin mengajak umat hidup sesuai dengan ketentuan agama, taat melaksanakan agama dalam kehidupan mereka, maka dia dapat menggunakan Psikologi Agama dengan lebih dahulu mengatahui latar belakang kehidupan mereka, lalu menunjukkan betapa pentingnya ajaran agama dalam kehidupan manusia.
Bila para dakwah ingin mengajak umat hidup sesuai dengan ketentuan agama, taat melaksanakan agama dalam kehidupan mereka, maka dia dapat menggunakan Psikologi Agama dengan lebih dahulu mengatahui latar belakang kehidupan mereka, lalu menunjukkan betapa pentingnya ajaran agama dalam kehidupan manusia.
Misalnya, manfaat iman
bagi ketenteraman batin, manfaat solat, puasa, zakat dan haji bagi penyembuhan
jiwa yang gelisah (fungsi kuratif) dan bagaimana pula manfaatnya bagi
pencegahan gangguan jiwa (fungsi preventif) dan selanjutnya pentingnya iman dan
ibadah tersebut bagi pembinaan dan pengembangan kesihatan jiwa (fungsi
konstruktif). Psikologi Agama memberi gambaran tentang perkembangan jiwa agama
pada seseorang, menunjukkan pula bagaimana pembahasan keyakinan (konversi)
agama terjadi pada seseorang. Dan Psikologi Agama juga menjelaskan betapa
seseorang mencari agama dan benar-benar mencintainya dalam bentuk mistik.[7]
Ilmu Pendidikan:
bertujuan memberikan bimbingan hidup manusia sejak lahir sampai mati, Pendidikan
tidak akan berhasil dengan baik bilamana tidak didasarkan pada psikologi
perkembangan,Hubungan kedua disiplin ilmu ini melahirkan Psikologi Pendidikan
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
v
Ahmadi, Abu, supriadi Widodo, ”Psikologi
Belajar”,PT reneka cipta:Jakarta, 2004
v
Ahmadi, Abu,”psikologi umum”PT
reneka cipta;Jakarta, 2003
v
Husnia, Ria laili, http://makalah-psikologi-agama.html,10-03-2011
v
Rahmat , Jalaludin,http://bianglala.multiply.com/journal/item/110/psikologi
agama
v
http://psikologi/Hubungan sosial denga ilmu-ilmu sosial
lainnya-psikologi.htm10-03-2011
[1]
Drs.H.abu ahmadi,Drs widodo
supriadi,”Psikologi Belajar”,PT reneka cipta:Jakarta, 2004, hal-10
[2] Drs.Habu ahmadi,”psikologi umum”PT
reneka cipta;Jakarta, 2003, hal-27
[3] http://psikologi/Hubungan sosial denga ilmu-ilmu sosial lainnya-psikologi.htm10-03-2011
[4] Drs.H.abu ahmadi,Drs widodo supriadi,”Psikologi
Belajar”,PT reneka cipta:Jakarta, 2004, hal-11
[5]
Drs.H.abu ahmadi,Drs widodo
supriadi,”Psikologi Belajar”,PT reneka cipta:Jakarta, 2004, hal-11
[6]
jalaludin rahmat,http://bianglala.multiply.com/journal/item/110/psikologi
agama
[7]
Ria laili husnia
http://makalah-psikologi-agama.html,10-03-2011
Add a comment