Wikipedia
Search results
Wednesday, June 5, 2013
Monday, June 3, 2013
Pendidikan Islam
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW
Untuk memenuhi tugas Matakulliah
SEJARAH PERADABAN PENDIDIKAN ISLAM
Yang dibina oleh
Prof. Dr. Miftah Arifin, M.Ag
Oleh
Moh. Sunarji
0849110144
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA STAIN JEMBER
DESEMBER 2011
PENDIDIKAN ISLAM
PADA MASA ROSULULLAH SAW
BAB I
Pendahuluan
Pendidikan
mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia, juga diakui sebagai
kekuatan yang dapat membantu masyarakat mencapai kemegahan dan kemajuan
peradaban, tidak ada suatu prestasi pun tanpa peranan pendidikan.
Kejayaan Islam di masa klasik telah meninggalkan jejak kebesaran Islam
di bidang ekonomi, politik, intelektualisme, tradisi-tradisi, keagamaan,
seni, dan sebagainya, tidak terlepas dari dunia pendidikan, begitu pula
dengan kemunduran pendidikan Islam, telah membawa Islam berkubang dalam
kemundurannya.
Kajian
tentang pendidikan Islam pada masa Rosulullah SAW amatlah penting untuk
ditelaah kembali sebagai rujukan dan pijakan dalam melaksnakan
pendidikan di masa kini dan masa yang akan datang, agar norma-norma dan
nilai-nilai ajaran Islam tetap utuh selamanya. Profil Rosulullah SAW
baik sebagai peserta didik atau murid maupun sebagai pendidik atau guru,
potret Rosulullah ini merupakan motivasi dan panduan bagi umat Islam
dalam melajutkan pendidikan. Proses pendidikan tidak terlepas dari dua
komponen dari pendidik dan peserta didik, dalam hal pendidikan Islam
Rosulullah SAW adalah pendidik pertama dan utama dalam dunia pendidikan
Islam. Proses transformasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai
spiritualisme dan bimbingan emosional yang dilakukannya dapat dikatakan
sebagai mukjizat luar biasa, yang manusia apapun dan dimanapun tidak
dapat melakukan hal yang sama.
Hasil
pendidikan Islam periode Rosulullah SAW terlihat dari kemampuan
murid-muridnya (para shabat) yang luar biasa. Misalnya, Umar bin
Khatthab sebagai ahli hukum dan pemerintahan, Abu Hurairah ahli hadis,
Salman Al-Farisi ahli perbandingan agama, dan Ali bin Abi Thalib ahli
hukum dan tafsir, dan kesinambungan pendidikan Islam yang dirintis
Rosulullah SAW berlanjut sampai pada periode tabi’in, dan terbukti ahli
ilmuan bertambah banyak bermunculan.
Gambaran
dan pola pendidikan Islam di periode Rosulullah SAW pada fase Mekah dan
Madinah merupakan sejarah masa lalu yang perlu diungkapkan kembali,
sebagai bahan pertimbangan, sumber gagasan, gambaran strategi dalam
menyukseskan pelaksanaan pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pola Pendidikan Islam
Pola
pendidikan pada masa Rosulullah SAW tidak terlepas dari metode,
evaluasi, materi, kurikulum, pendidik, peserta didik, lembaga dasar,
tujuan dan sebgainya yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan Islam,
baik secara teoritis maupun praktis.
1. Pelaksanaan Pendidikan Islam pada fase Mekah
Sebelum
Nabi Muhammad SAW memulai tugasnya sebagai Rosul, yaitu melaksanakan
pendidikan Islam terhadap umatnya, Allah telah mendidik lewat Malaikat
Jibril dan mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas tersebut secara
sempurna, melalui pengalaman, pengenalan serta peran sertanya dalam
kehidupan masyarakat lingkungannya, pada posisi ini Nabi Muhammad
sebagai murid yang diajari oleh Malaikat Jibril yang diutus oleh Allah
SWT. Dengan potensi fitrahnya yang luar biasa, beliau mampu secara sadar
mengadakan penyesuaian diri dengan masyarakat lingkungannya, tetapi
beliau tidak larut sama sekali kedalamnya.
Nabi
Muhammmad SAW memulai melakukan pendidikan sebagai murid, atau beliau
menerima materi pelajaran dari Allah SAW lewat malaikat Jibril AS sejak
beliau menerima wahyu yang pertama pada bulan Romadon di Gua Hira’, hal
ini sesuai dengan pernyataan firman Allah SWT surah Al-Baqarah ayat 185 :
شهر رمضان الذي انزل فيه القرأن هدى للناس وبينات من الهدى والفرقان .
Artinya : “ (Beberapa
yang ditentukan itu ialah) bulan Romadon, bulan yang didalamnya
diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai bagi pentunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang batil)”.
Adapun materi yang diterima pertama kali itu adalah surat Al-‘Alaq ayat 1 s/d 5 ;
ااقرأ باسم ربك الذي خلق . خلق الانسان من علق . اقرأ وربك الاكرم .الذي علم بالقلم علم الانسان ما لم يعلم .
Artinya : “ Bacalah
dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang menciptakan manusia dari
segumpal dara. Bacalah demi Tuhanmu yang paling Pemurah. Yang mengajar
dengan perantaraan kalam. Yang mengajar manusia apa-apa yang tidak
diketahui”.
Ayat
ini merupakan peringatan dan pengetahuan bagi umat manusia tentang awal
penciptaan manusia dari segumpal darah dan sesungguhnya di antara
kemurahan Allah SWT adalah mengajarkan kepada umat manusia sesuatu yang
belum diketahui. Allah mengangkat dan memuliakan manusia dengan ilmu,
oleh karena itu melalui ayat ini Allah SWT menganjurkan bahkan
mewajibkan supaya manusia agar melakukan membaca dan belajar tentang
segala permasalahan kehidupan di dunia dan di akhirat.
Perintah
dan petunjuk tersebut pertama-tama tertuju kepada Nabi Muhammad SAW
tentang apa yang harus beliau lakukan, baik terhadap dirinya maupun
terhadap umatnya. Itulah petunjuk awal kepada Nabi Muhammad SAW agar
beliau memberikan peringatan kepada umatnya. Kemudian bahan atau materi
pendidikan selanjutnya diturunkan berangsur-angsur, sedikit-demisedikit.
Setiap kali menerima wahyu, segera beliau sampaikan kepada umatnya,
diiringinya penjelasan-penjelasan dan contoh-contoh bagaimana
pelaksanaannya.
Sejak
itu peran Rosulullah SAW mulai bertambah, disampimg beliau sebagai
murid yang sekali waktu beliau juga tetap belajar kepada malaikat
Jibril, selain itu beliau berperan sebagai guru atau pendidik yang harus
mengajar para sahabat. Sejarah menjelaskan kepada kita bahwa pendidik
khususnya pada Rosulullah SAW dan para sahabat bukan merupakan profesi
atau pekerjaan untuk menghasilkan uang atau sesuatu yang dibutuhkan bagi
kehidupannya, melainkan ia mengajar karena panggilan agama, yaitu
sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengharap
keridlaan-Nya, menghidupkan agama, mengembangkan seruannya, dan
menggantikan peranan Rosulullah SAW setelah tiada dalam memperbaiki umat
.
2. Pelaksanaan pendidikan Islam pada fase Madinah
Hijrah
dari Mekah ke Madinah bukan hanya sekedar berpindah dan menghindarkan
diri dari tekanan dan ancaman kaum Quraisy dan penduduk Mekah yang tidak
menghendaki pembaharuan terhadap ajaran nenek moyang mereka, tetapi
juga mengandung maksud untuk mengatur potensi dan menyusun kekuatan
dalam menghadapi tantangan-tantangan lebih lanjut, sehingga akhirnya
nanti terbentuk masyarakat baru yang didalamnya bersinar kembali mutiara
tauhid warisan Nabi Ibrahim AS yang akan disempurnakan oleh Nabi
Muhaammad SAW melalui wahyu Allah SWT.
Sebelum
hijrah ke Madinah (nama sebelumnya Yasrib) telah banyak di antara
penduduk kota Mekah ini memeluk Islam. Penduduk Madinah pada mulanya
tediri dari suku-suku bangsa Arab dan bangsa Yahudi, yang saling
berhubungan dengan baik. Dari bangsa Yahudi tersebut suku-suku bangsa
Arab sedikit banyak mengenal Tuhan, agama Nabi Ibrahim dan sebagainya.
Sehingga setelah ajaran Islam sampai kepada mereka, agak mudah mereka
merimanya.
Penduduk
Madinah yang sudah menjadi sahabat Nabi, mereka tertarik dan memohon
kepada Nabi Muhammad SAW agar mengutus seseorang untuk mengajarkan
ajaran Islam kepada mereka, Nabi menyetujui tawaran tersebut dan
mengutus Mus’ab bin Umair menjadi pengajar mereka. Pada tahun 12 dari
kenabian, datang 75 orang Muslim Madinah untuk menunaikan ibadah haji ke
Mekah, sekaligus mengundang Rosulullah SAW untuk datang ke Madinah.
Mereka juga berjanji untuk memberi perlindungan kepada Rosulullah SAW
seperti yang disebutkan dalam Bai’at Aqabah II.
Kalau
pembinaan pendidikan Islam di Mekah titik beratnya adalah menanamkan
nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu Muslim, agar dari jiwa
mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah
laku dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pembinaan pendidikan Islam
di Madinah pada hakekatnya adalah merupakan kelanjutan dari pendidikan
tauhid di Mekah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik
agar dijiwai oleh ajaran tauhid, sehingga akhirnya tingkah laku sosial
politiknya merupakan cerminan dan pantulan sinar tauhid tersebut.
Wahyu
secara berangsur-angsur turun selama periode Madinah. Kebijaksanaan
Nabi Muhammad SAW dalam mengajarkan Al-Qur’an adalah menganjurkan
pengikutnya untuk menghafal dan menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an
sebagaimana diajarkannya. Beliau sering mengadakan ulangan-ulangan dalam
pembacaan Al-Qur’an, yaitu dalam sembahyang, dalam pidato-pidato, dalam
pelajaran-pelajaran dan lain-lain kesempatan. Penulis-penulis Al-Qur’an
yang telah ditunjuk olehnya untuk menuliskan setiap ayat yang
diturunkanpun tetap melaksanakan tugasnya dengan baik. Di antara mereka
adalah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin
Tsabit dan Mu’awiyah. Dengan demikian segala kegiatan yang dilaksanakan
oleh Nabi Muhammad SAW bersama umat Islam pada masa itu, dalam rangka
pendidikan sosial dan politik, selalu berada dalam bimbingan dan
petunjuk langsung dari wahyu-wahyu.
C. Lembaga dan Sistem Pendidikan Islam
Lembaga
pendidikan Islam pada fase Mekah ada dua macam atau dua tempat, yaitu :
Darul Arqam/rumah Arqam ibn Arqam dan Kuttab. Dalam Sejarah Pendidikan
Islam, istilah Kuttab telah dikenal dikalangan bangsa Arab pra-Islam.
Ahmad Syalaby mengatakan bahwa Kuttab sebagai lembaga pendidikan terbagi dua, yaitu ;
Pertama, Kuttab berfungsi mengajarkan baca tulis dengan teks dasar puisi-puisi Arab, dan sebagian besar gurunya adalah non muslim Kuttab
jenis pertama ini merupakan lembaga pendidikan dasar yang hanya
mengajarkan baca tulis. Pada mulanya pendidikan Kuttab berlangsung di
rumah-rumah para guru atau di pekarangan sekitar Masjid. Materi yang
diajarkan dalam pelajaran baca tulis ini adalah puisi atau
pepatah-pepatah arab yang mengandung nilai-nilai tradisi yang baik.
Adapun penggunaan Al-Qur’an sebagai teks dalam Kuttab baru
terjadi kemudian, ketika jumlah kaum Muslim yang menguasai al-Qur’an
telah banyak, dan terutama setelah kegiatan kodifikasi pada masa
kehalifahan Utsman bin Affan. Kebanyakan guru Kuttab pada masa
awal Islam adalah non muslim, sebab Muslim yang dapat membaca dan
menulis yang jumlahnya masih sedikit sibuk dengan pencatatan wahyu.
Kedua, sebagai pengajaran Al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam. Pengajaran teks Al-Qur’an pada jenis Kuttab yang kedua ini,setelah qurra’ dan huffadh
(ahli bacaan dan penhafal Al-Qur’an telah banyak). Guru yang
mengajarkan adalah dari umat Islam sendiri. Jenis institusi kedua ini
merupakan lanjutan dari Kuttab tingkat pertama, setelah siswa
memiliki kemampuan baca tulis. Pada jenis yang kedua ini siswa diajari
pemahaman Al-Qur’an, dasar-dasar agama Islam, juga diajarkan ilmu
gramatika bahasa Arab, dan aritmetika. Sementara Kuttab yang dimiliki oleh orang-orang yang lebihmapan kehidupannya, materi tambahannya adalah menunggang kuda dan berenang.
Ketika
Rosulullah SAW dan para sahabat hijrah ke Madinah, salah saatu program
pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan sebuah masjid. Meslipun
demikian, eksistensi Kuttab sebagai lembaga pendidikan di
Madinah, tetap dimanfaatkan setelah hijrah ke Madianah. Bahkan materi
dan penyajiannya lebih dikembangkan seiring dengan semakin banyaknya
wahyu yang diterima Rosulullah SAW, misalnya materi jual beli, materi
keluarga, materi sosiopolitik, tanpa meninggalkan materi yang sudah
biasa dipakai di Mekah seperti materi tauhid dan akidah.
Dalam sejarah Islam, masjid yang pertama kali dibangun Nabi adalah Masjid At-Taqwa
di Quba’ pada jarak perjalanan kurang lebih 2 mil dari kota Madinah
ketika Nabi hijrah dari Mekah (QS. Al-Taubah 108). Rosulullah SAW
membangun sebelah utara Masjid Madinah dan Masjidil Haram yang disebut As-Suffah, untuk tempat tinggal orang-orang fakir miskin yang tekun menuntut ilmu. Mereka dikenal dengan “ Ahli Suffah
“. Pembangunan masjid tersebut bertujuan untuk memajukan dan
menyejahterakan kehidupan umat Islam. Di samping itu, masjid juga
memiliki multifungsi, di antaranya sebagai tempat ibadah, kegiatan
sosial-politik, bahkan lebih dari itu, masjid dijadikan sebagai pusat
dan lembaga pendidikan Islam.
Nakoesteen
sebagaimana yang dikutip Hasan Asari mengatakan bahwa pendidikan Islam
yang berlangsung di masjid adalah pendidikan yang unik karena memakai
sistem halaqah (lingkaran). Sang syekh biasanya duduk di dekat
dinding atau pilar masjid, sementara siswanya duduk di depannya
membentuk lingkaran dan lutut para siswa saling bersentuhan. Bila
ditinjau lebiih lanjut, bahwa sistem halaqah seperti demikian,
adalah bentuk pendidikan yang tidak hanya menyentuh perkembangan dimensi
intelektual, akan tetapi lebih menyentuh dimensi emosional dan
spiritual peserta didik. Adalah merupakan kebiasaan dalam halaqah
bahwa murid yang lebih tinggi pengetahuannya duduk di dekat Syekh,
murid yang level pengetahuannya lebih rendah dengan sendirinya akan
duduk lebih jauh, sementara berjuang belajar keras agar dapat mengubah
posisinya dalam konfigurasi halaqahnya, sebab dengan sendirinya posisi dalam halaqah menjadi sangat signifikan. Meskipun tidak ada batasan resmi, sebuah halaqah biasanya teridiri dari 20 orang siswa atau murid.
Metode diskusi dan dialog kebanyakan dipakai dalam berbagai halaqah. Dikte (imla’)
biasanya memainkan peranan pentingnya, tergantung kepada kajian dan
topik bahasan. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan oleh syekh atas
materi yang lebih didiktekan. Uraian disesuaikan dengan kemampuan
peserta halaqah. Menjelang akhir kelas, waktu akan dimanfaatkan oleh
syekh untuk mengevaluasi kemampuan peserta halaqah. Evaluasi bisa
berbentuk tanya jawab, dan terkadang syekh menyempatkan untuk memeriksa
catatan murid-muridnya, mengoreksi dan menambahseperlunya.Kemajuan suatu
halaqah ini tergantung kepada kemampuan syekh dalam pengelolaan sistem
pendidikan. Biasanya apabila suatu halaqah telah maju, maka akan banyak
dikunjungi para peserta didik dari berbagai penjuru.
D. Materi dan Kurikulum Pendidikan Islam
Salah
satu komponen operasional pendidikan Islam adalah kurikulum, ia
mengandung materi yang diajarkan secara sistematis dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Pada hakikatnya antara materi dan kurikulum
mengandung arti yang sama, yaitu bahan-bahan pelajaran yang disajikan
dalam proses kependidikandalam suatu sistem institusional pendidikan.
Seseorang yang akan membuat lesson plan tidak cukup hanya mempunyai
kemampuan membuat rumusan tujuan pengajaran. Ia juga harus menguasai
materi pengajaran. Bahkan rumusan tujuan pengajaran itu diilhami oleh
antara lain materi pengajaran. Oleh karena itu, guru harus menguasai
materi pengajaran.
Kurikulum
pendidikan Islampada periode Rosulullah SAW baik di Mekah maupun
Madinah adalah Al-Qur’an, yang Allah wahyukan sesuai dengan kondisi dan
situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami umat Islam saat itu.
Karena itu dalam praktinya tidak saja logis dan rasional tetapi juga
secara fitrah dan pragmatis. Hasil dari cara yang demikian itu dapat
dilihat dari sikap rohani dan mental para pengikutnya yang dipancarkan
ke dalam sikap hidup yang bermental dan semangat yang tangguh, tabah dan
sabar, tetapi aktif dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Dalam
perkembangan sejarah selanjutnya ternyata mereka ini merupakan kadar
inti mubaligh dan pendidik pewaris Nabi yang brilian dan militan dalam
menghadapi segala tantangan dan cobaan.
Mahmud
Yunus mengklasifikasikan materi pendidikan kepada dua macam, yaitu
materi pendidikan yang diberikan di Mekah dan materi pendidikan yang
diberikan di Madinah. Pada fase Mekah terdapat tiga macam intisari
materi yang diberikan di Mekah, yaitu ; keimanan, ibadah dan akhlak.
Intisari pendidikan agama yang diterapkan Nabi di Madinah dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Pendidikan keimanan
2. Pendidikan ibadah
3. Pendidikan akhlak
4. Pendidikan kesehatan(jasmani)
5. Pendidikan kemasyarakatan (sosial)
Zukhairini
membagi materi pendidikan pada fase Mekah kepada dua bagian, yaitu :
(1) Pendidikan tauhid (2) Pendidikan Al-Qur’an. Sedangkan fase Madinah
materi yang diberikan cakupannya lebih kompleks dibandingkan dengan
materi pendidikan pada fase Mekah, seperti :
1. Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru menuju kesatuan sosial dan politik.
2. Materi
pendidikan sosial dan kewarganegaraan, yang terdiri dari pendidikan
ukhuwah antara kaum muslimin, pendidikan kesejahteraan.
3. Materi
pendidikan khusus anak-anak, yang meliputi ; pendidikan tauhid,
pendidikan salat, penndidikan sopan santun dalam keluarga, sopan santun
dalam masyarakat, dan pendidikan kepribadian.
4. Materi pendidikan pertahanan dan ketahanan dakwah Islam.
E. Metode Pengajaran Rosulullah SAW
Metode
pengajaran ialah cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan
dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karena itu,
peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar
dan belajar. Dengan metode diharapkan tumbuh dengan berbagai kegiatan
belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain
terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru-guru berperan
sebagai penerima atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai
penerima atau yang dibimbing. Proses ini akan berjalan baik kalau siswa
banyak aktif dibandingkan dengan guru. Oleh karenanya metode mengajar
yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa.
Untuk
menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan dalam mengajar para
sahabatnya, Rosulullah SAW menggunakan bermacam-macam metode. Hal itu
dilakukan untuk menghindari kebosanan dan kejenuhan siswa. Di antara
metode yang diterapkan Rosulullah adalah :
1. Metode ceramah
2. Metode
dialog, misalnya dialog anatara Rosulullah dengan Mu’adz ibnu Jabal
ketika Mu’adz akan diutus sebagai kadi di negeri Yaman.
3. Metode diskusi atau tanya jawab, sering sahabat bertanya kepada Rosulullah tentang suatu hukum, dan Rosulullah menjawabnya.
4. Metode diskusi, misaalnya antara Rosulullah dan para sahabatnya tentang hukuman yang akan diberikan kepada tawanan perang Badar.
5. Metode demonstrasi, misalnya hadis Rosulullah “ Sembahyanglah kamu sebagaimana kamu melihat aku sembahyang “
6. Metode aksprimen, metode sosiodrama, dan bermain peranan.
Selanjutnya,
metode pendidikan akhlak yang disampaikan oleh Nabi dengan membacakan
ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi kisah-kisah umat dahulu kala, supaya
diambil pengajaran dan ikhtibar dari kisah itu. Orang taat dan patuh
mengikuti Rosulullah, akan dapat kebahagiaan, dan orang durhaka akan
mendapat siksa, seperti kisah Qarun yang bakhil, dan kisah Musa yang
berbuat baik kepada putri Nabi Syu’aib dan lain-lain.
Disamping
dengan metode kisah, pendidikan akhlak juga dilakukan dengan metode
penegasan dan Uswatun Hasanah. Misalnya dengan menjelaskan kriteria
orang-orang munafik dan akibatnya, dan mempersaudarakan antara kaum
Ansar dengan Muhajirin. Metode-metode akhlak yang diterapkan Rosulullah
SAW sangat berbekas didalam pola tingkah laku para sahabat. Hal ini
dapat dilihat dari kondisi umat pada saat itu yang betul-betul patuh dan
taat kepada Rosulullah SAW. Persaudaaraan di antara mereka kaun Ansar
dan Muhajirin terbina dengan rapat dan kokoh, dan penuh kasih sayang.
Sedangkan
memberikan materi pendidikan dapat tergambar dari sikap Rosulullah SAW
ketika terjadi prosess pembelajaran antara Jibril yang berperilaku
sebagai murid dan Rosulullah sebagai pendidik. Konsep tersebut dapat
tegambar dari apa yang telah dikemukakan oleh Najib Khalid Al-Amr,
dengan mengutip suatu hadis yang diriwayatkan oleh Umar bin Khatthab.
Hadis tersebut menggambarkan bahwa wibawa, kondisi, situasi,sikap dan
sifat, serta posisi Rosulullah SAW sebagai guru menggambarkan sosok
pendidik yang menguasai strategi dan metode pendidikan. Rosulullah duduk
di hadapan Jibril membawa pertanyaan sesuai dengan kemampuannya.
Apabila persoalan tidak diketahui jawabannya secara pasti, maka
Rosulullah tidak malu untuk mengatakan tidak tahu. Rosulullah
mendengarkan secara seksama dan teliti terhadap pertaanyaan yang
diajukan oleh Jibril, sehingga beliau mampu menjawabnya dengan tepat
pula. Hal ini menggambarkan kondisi pelaksanaan pendidikan yang
kondusif.
Nilai-nilai
yang dapat diambil dari sikap sang murid terhadap pendidikan Islam dari
hadis tersebut dapat digambarkan dalam skema berikut ini :
1. Pertanyaan yang diberikan harus jelas.
2. Pertanyaan yang disampaikan harus singkat.
3. Persiapan jasmani dan rohani untuk menuntut ilmu.
4. Siap mendengarkan dengan baik setelah menyampaikan pertanyaan.
5. Tenang dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan dan tidak disampaikan sekaligus.
6. Pertanyaan yang disampaikan harus bermanfaat.
7. Susunan yang disampaikan harus akurat dan ilmiah.
8. Pemilihan waktu yang tepat untuk bertemu dengan guru dan duduk mendekat dengan guru.
9. Posisi duduk murid yang menyehatkan.
Metode Rosulullah SAW dalam mendidik anak dapat dilihat dari arti hadis beruikut ini :
Anas
RA berkata, “ Rosulullah SAW adalah orang yang paling baik akhlaknya.
Aku punya saudara yang dipanggil Abu Umair, dia anak yang sudah
dipisahkan dari susuan. Jika datang, beliau berkata “ wahai Abu Umair
apa yang dilakukan nughair (burung kecil) “. Kadang-kadang beliau
bermain dengan dia. Jika tiba saat salat sementara beliau berada di
rumah kami, beliau meminta permadani yang ada dibawahnya, lalu permadani
itu beliau sapu dan ditiup-tiup. Kemudian beliau berdiri dan diikuti
oleh kami di belakangnya”. (HR. Buhkari, Muslim, Turmidzi, dan Abu
Daud).
Nilai-nilai yang dapat diambil dari metode Rosulullah SW dalam mengajar anak usia dini adalah sebagai berikut :
1. Meluangkan waktu untuk bermain dangn anak-anak.
2. Memperaktekkan amal untuk bisa berbuat bersih secara iman dan berperilaku nyata.
3. Shalat Rasulullah didalam rumah menanamkan pemahaman teladan dalam urusan ibadah.
4. Kalimat
yang diucapkan oleh Raqsulullah SAW, “Wahai Abu Umair, apa yang
dikerjakan Nughair?” punya beberapa faidah di antaranya :
a. Kata-kata akhirnya cocok dengan jiwa.
b. Mudah dihafal.
c. Mudah diucapkan.
5. Turunnya Rasulullah ke atas intelek anak bisa membuahkan rassa optimis pada diri anak.
6. Memakai cara dengan panggilan. Teori ini dapat memberikan kesan kepada keluarga bahwa anaknya sudah dewasa.
Berbeda dengan metode Rosulullah SAW dalam mendidik anak pada usia puber, seperti yang dapat dilihat dari hadis berikut :
Abi
Umamah, dalam hadis riwayat Ahmad, mengisahkan bahwa seorang pemuda
telah datang menghadap, Nabi SAW, seraya berkata “Wahai Rosulullah,
izinkanlah aku berzinah”, orang-orang yang ada di sekitarnya menghampiri
dan memaki, “Celaka engkau, celaka engkau !” Rosulullah mendekati
pemuda itu dan duduk di sampingnya. Kemudian terjadilah dialog yang
panjang antara Rosulullah SAW dengan pemuda itu. Rosulullah SWA berkata
“Apakah engkau ingin hal itu (zina) terjadi pada ibumu ?” Pemuda itu
menjawab “Sekali-kali tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai
tebusan Tuan”. Rosulullah SAW kembali berkata “Begitu pula orang lain,
tidak ingin hal itu terjadi pada ibu mereka. Apakah engkau ingin hal itu
terjadi pada saudara perempuanmu ?” Pemuda itu itu menjawab
“Sekali-sekali tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan
Tuan”. Rosulullah SAW kembali berkata “Begitu pula orang lain, tidak
ingin hal ini terjadi pada sudari-saudari mereka. Apakah engkau ingin
hal ini terjadi pada saudara perempuan bapakmu ?” Pemuda itu menjawab
“Sekali-sekali tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan
Tuan”. Rosulullah SAW kemabali berkata “Begitu pula orang lain, tidak
ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan bapakmu. Apakah engkau
ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan ibumu ?” Pemuda itu
menjawab “Sekali-kali tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai
tebusan Tuan”.Rosulullah SAW kembali berkata “Begitu pula orang lain,
tidak ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan ibu mereka”. Kemudian
Rosulullah memegang dada pemuda itu seraya bersabda “Ya Allah ampunilah
dosanya, sucikanlah hatinya, dan periharalah kemaluannya !”. setelah
peristiwa itu, pemuda tadi menjadi orang yang arif ”.
Nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari metode Rosulullah dalam mengajar anak usia puber di atas sebagai berikut :
1. Mengajak anak usia puber untuk mendiskusikan inti permaslahan sehinggapikirannya tidak terpecah.
2. Rosulullah SAW menguasai aspek psikis anak usia puber.
3. Rosulullah SAW membuka dialog dengan anak usia puber.
4. Rosulullah SAW memberikan pertanyaan yang jumlahnya banyak, dan banyaknya pertanyaan menambah dalil dan alasan.
5. Diskusi dilakukan dengan sistem tanya jawab.
6. Memusatkan dan mengkosentrasikan pikiran anak usia puber pada pertanyaan yang dilontarkan.
7. Menumbuhkan interaksi esenssial antara pendidik dan anak usia puber.
8. Jawaban dari anak usia puber bisa dikategorikan sebagai dalil ilmiah atas dirinya.
F. Evaluasi Pendidikan
Nana
Sudjana mengatak bahwa, untuk dapat menentukan tercapainya tujuan
pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha atau tindakan evaluasi.
Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atan harga atau
berdasarkan kriteria tertentu. Proses belajar dan mengajar adalah proses
yang bertujuan. Tujuan tersebut menyatakan dalam rumusan tingkah laku
yang diharapkan memiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman
belajarnya. Hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam bentuk
hasil belajar. Oleh karena itu tindakan atau kegiatan tersebut dinamakan
penilaian akhir belajar.
Dalam
menjalankan misi pendidikan, untuk melihat tingkat atau kadar
penguasaan sahabat terhadap materi pelajaran, Nabi SAW juga mengevaluasi
sahabat-sahabatnya. Dengan mengevaluasi sahabat-sahabat, Rosulullah SAW
mengetahui kemampuan para sahabat dalam memahami ajaran agama atau
dalam menjalankan tugas. Untuk melihat hasil pengajaran yang
dilaksanakan, Rosulullah sering mengevaluasi hafalan para sahabat dengan
cara menyuruh para sahabat membacakan ayat-ayat Al-Qur’an di hadapannya
dengan membetulkan hafalan dan bacaan mereka yang keliru. Nabi juga
mengevaluasi kemampuan sahabat untuk dijadikan utusan ke suatu daerah
mengajarkan agama Islam, misalnya dialog antara Rosulullah SAW dengan
Mu’adz Ibnu Jabal ketika Mu’adz akan diutus sebagai kadi ke negeri
Yaman. Rosulullah SAW bertanya kepada Mu’adz bagaimana ia memutuskan
suatu perkara yang muncul di tengah-tengah umat. Mu’adz menjawab apabila
hendak memutuskan suatu perkara, pertama kali berlandaskan kepada
Al-Qur’an, bila didapati dalam Al-Qur’an baru memutuskan berdasarkan
Hadis Rosulullah SAW. Apabila tidak didapati pada keduanya kemudian
memutuskannya menggunakan metode ijtihad. Rosulullah senyum tanda
menyetujui dan percaya akan kompetensi Mu’adz sebagai utusan ke negeri
Yaman.Evaluasi juga dapat dilakukan dengan cara bertanya tentang sesuatu
masalah hukum secara langsung kepada Rosulullah menjawab.
Di
samping menguji pemahaman sahabat tentang ajaran agama, Rosulullah juga
dievaluasi oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril AS. Sebagaimana kisah
kedatangan malaikat Jibril kepada Nabi SAW, ketika beliau sedang
mengajar sahabat di suatu majlis. Malaikat Jibril menguji Nabi dengan
pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut pengetahuan beliau tentang rukun
Islam, dan jawaban Nabi selalu dibenarkan oleh utusan Allah itu.
Berbagai peristiwa lainnya ialah berulang kalinya malaikat Jibril datang
kepada Nabi dalam wujud manusia biasa, berpakaian jubah putih, untuk
menguji sejauh mana hafalan Nabi terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tetap
konsisten dan terpercaya dalam hafalan beliau.
Jika dilihat dari teori taksonomi Benjamin S. Bloom, maka jelaslah bahwa pcychological domains
yang dijadikan yang dijadikan sasaran evaluasi Nabi sebagai pelaksana
pemerintah Tuhan sesuai wahyu yang diturunkan kepada beliau lebih
menitik beratkan pada kemampuan dan kesediaan manusia mengamalkan
ajaran-Nya, dimana faktor psikomotorikmenjadi tenaga penggeraknya. Di
samping itu faktor konatif (kemauan) juga dijadikan sasarannya (konatif
psikomotorik).
Adapun sistem pengukuran (measurement)
yang digunakan Nabi sendiri tidak menggunakan sistem laboratorial
seperti dalam dunia ilmu pengetahuan modern sekarang. Namun
prinsip-prinsipnya menunjukkan bahwa sistem measurement juga
terdapat dalam hadis Nabi. Nabi SAW melakukan pengukuran terhadap
perilaku manusia dengan tanda-tanda seseorang yang beriman ialah
mencintai orang lain sesama Mukmin, seperti mencintai dirinya sendiri.
Ketika menyaksikan perbuatan mungkar, ia berusaha mengubah dengan
kekuatan fisiknya, lisannya atau dengan hatinya, tetapi yang terakhir
ini menunjukkan selemah-lemahnya iman. Ukuran orang munafik ada tiga :
(1) Bila bicara pasti berdusta; (2) Bila bejanji ia mengingkari. (3)Jika
diberi amanat ia khianat. Ukuran orang kafir, anatra lain ; tidak
mensyukuri nikmat Allah, mencaci maki keturunan dan meratapi mayat, dan
sebagaimnya. Jadi, sistem pengukuran Nabi terhadap perilaku manusia
bukan secara kuantitatif (dengan angka), akan tetapi dengan kualitatif.
Berdasarkan
tinjauan historis di atas, menurut hemat penulis pendidikan yang
diterapkan Rosulullah SAW, merupakan pendidikan pendidikan yang telah
berhasil dalam mencapai tujuan utamanya. Terbukti dengan munculnya para
sahabat yang ahli dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Karena itu,
sistem pendidikan yang diterapkan Rosulullah menurut hemat penulis,
banyak yang masih relevan diterapkan pada era modern sekarang ini.
Misalnya, konfigurasi duduk para siswa dalam sistem halaqah, sistem evaluasi, metode pengajaran sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Kesimpulan
1. Pendidikan pada masa Rosulullah SAW meliputi :
a. Pola Pendidikan
b. Lembaga dan Sistem Pendidikan
c. Materi dan Kurikulum Pendidikan
d. Metode Pengajaran
e. Evaluasi Pendidikan
2. Pola Pendidikan Rosulullah SAW dilaksanakan pada 2 fase :
a. Pendidikan pada fase Mekah
b. Pendidikan pade fase Madinah
3. Lembaga dan Sistem Pendidikan pada masa Rosulullah SAW :
a. Darul Arqam/rumah Arqam ; sebagai sarana / tempat melaksanakan pendidikan.
b. Kuttab ; sebagai sistem juga sebagai sarana lain yang dalam pelaksanaannya bertempat di rumah-rumah gurunya.
c. Masjid ; sebagai sarana / tempat pelaksanaan pendidikan.
d. Sistem Pendidikan yang diterapkan adalah :
1- Baca tulis Al-Qur’an sebagai dasar / pemula pembelajaran.
2- Menghafal dan pengembangan Qira’ah sebagai lanjutan dari dasar pembelajaran.
3- Halaqah ; suatu pengembangan sistem pendidikan yang menyentuh pada perkembangan diskusi, emosional, spiritual, dan intelektual.
4. Materi dan Kurikulum Pendidikan pada masa Rosulullah SAW :
a. Materi Pendidikan pada masa Rosulullah meliputu ;
- Pendidikan Keimanan
- Pendidikan Ibadah
- Pendidikan Akhlak
- Pendidikan Kesehatan (jasmani)
- Pendidikan Kemadyarakatan (sosial)
b. Kurikulum Pendidikan yang digunakan oleh Rosulullah adalah Al-Qur’an
5. Metode Pengajaran Rosulullah SAW :
a. Metode Ceramah
b. Metode Dialog
c. Metode Diskusi
d. Metode metode Demonstrasi
e. Metode Eksprimen, Sosio Drama, bermain peran
6. Evaluasi Pendidikan pada masa Rosulullah SAW :
a. Praktek membaca
b. Menghafal
c. Tanya jawab
d. Menguji dan menilai Kemampuan dan penguasan terhadap suatu materi Pelaksanaan Ibadah, Hukum, Etika, dan Sosial
Perpustakaan
Zuhairini, Dra, Moh. Kasiram, Drs. M.Sc, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, IAIN di Jakarta 1986
H. Samsul Nizar, Prof, Dr, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, Jakarta 2009
Suwito, Prof, Dr, MA, Fauzan, MA, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Kencana Prenada Media, Jakarta 2005
Moh. Masrun S., dkk, Senang Belajar Agama Islam, Erlangga PT. Gelora Aksara Pratama, Jakarta 2007
Departemen Agama, Al-Majid, Al-Qur’an dan Tejemahannya, Asy-Syifa’, Semarang 1998
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)